Kamis, 09 Desember 2010

Kehidupan Pinggir Kali

A. LATAR BELAKANG MASALAH
Pada sebagian Negara berkembang, urbanisasi menjadi salah satu tantangan dalam masalah sosial, ekonomi, dan politik. Masalah pemukiman telah disadari sejak lama, tetapi beberapa Negara berkembang dalam pemecahan masalah ini masih jauh dari memuaskan. Hal ini terlihat dari peningkatan angka presentasi pertumbuhan kota dan pemukiman kumuh yang tidak terkontrol.
Masalah ini dipandang sebagai salah satu masalah yang paling mendesak. Hal ini dikarenakan oleh dampak yang ditimbulkan dari permasalahan awal pemukiman, seperti tuna wisma, kemiskinan, kriminalisme, kurangnya pendidikan dan kesehatan.
Di Jakarta, masalah penukiman seperti ini banyak terjadi. Pertumbuhan kota yang menuju arah horizontal, ini mengakibatkan penurunan kualitas lingkungan yang terkikis oleh pembangunan sarana transportasi sehingga menimbulkan ruang-ruang kota yang tidak manusiawi. Salah satu contoh: Pembangunan yang pesat di pusat kota Jakarta telah mengakibatkan terjadinya perumahan dan pemukiman di daerah stren kali. Padahal untuk kasus ini secara terang-terangan telah melanggar peraturan pemerintah daerah mengenai penggunaan daerah stren kali yaitu SK Gub no. 134/1997 pasal 3.

B. IDENTIFIKASI MASALAH
Untuk dapat mengatasi masalah di atas mengenai kebutuhan perumahan dan pemukiman, kita harus lebih dulu mengetahui tantangan dan hambatan yang ada kemudiam pencarian solusinya dalam jangka waktu pendek maupun panjang.


C. PEMBATASAN MASALAH
Adapun beberapa hal yang menjadi permasalahan adalah:
• Kependudukan
Masalah dinamika kependudukan seperti pertumbuhan dan penyebaran penduduk mempunyai pengaruh yang besar terhadap kebutuhan perumahan dan pemukiman baik di dessa maupun di kota besar, termasuk Jakarta.
Akhir-akhir ini pembangunan perumahan da pemukiman di kota besar belum dapat mengimbangi kebutuhan yang terus meningkat. Bahkan terdapat kecenderungan pembangunan tersebut tertinggal dengan laju pertumbuhan penduduk.
• Tata Ruang dan Pengembangan Wilayah
Jakarta sebagai suatu wilayah kota, dalam menetapkan lokasi dan perencanaan lingkunagan perumahan dan pemukiman haruslah mengikuti peraturan Rencana Tata Ruang Kota agar pembangunan tersebut dapat berjalan secara efektif mendukung fungsi yang dibebankan kepada Jakarta sebagai sebuah kota.


D. RUMUSAN MASALAH
Menurut Abraham Maslow, manusia merupakan makhluk pada tingkat tertinggi dari rantai evolusi dan dengan adanya kemampuan belajar untuk keperibadiannya maka manusia mempunyai kebutuhan-kebutuhan dasar yang akan selalu diusahakan oleh manusia agar dapat terpenuhi dengan baik. Kebutuhan-kebutuhan ini dapat dikelompokan dalam tingkatan hirarki.



Tingkatan hirarki ini tersusun dari yang terendah sampai ketaraf tertinggi sebagai berikut:
• Physiological needs
• Safety-security
• Love and belonging
• Esteem
• Selfactualizing
Kebutuhan fisik seperti kebutuhan akan makan, tempat tinggal, dan pakaian dianggap merupakan kebutuhan yang paling mendasar yang harus dimiliki oleh manusia. Kemudian setelah itu adalah kebutuhan rasa aman, rasa bangga, rasa ingin diperhatikan oleh orang lain, dan terakhir adalah rasa untuk menampilkan diri dan apa yang telah kita miliki dihadapan orang lain.
Dari uraian di atas, maka kita dapat menyimpulkan bahwa rumah adalah salah satu kebutuhan yang paling mendasar dari kehidupan manusia yang lainnya baik jasmani seperti tidur, makan, istirahat maupun rohani untuk ekspresi emosi penghuninya. Lingkungan perumahan akan berpengaruh pada perkembangan dan pertumbuhan penghuninya baik secara fisik, mental, maupun sosial.

BAB 2|ISI

Mungkin bagi sebagian orang melihat kali Ciliwung di Jakartra, pikirannya langsung menerawang kemana-mana. Bahkan tidak jarang membuat perut. Sebaliknya bagi warga yang tinggal di sepanjang bantaran Kali Ciliung, air kali itu menjadi sumber kehidupan mereka.
Tidak bisa dipungkiri, Kali Ciliwung bagi mereka merupakan segalanya. Air kali itu menjadi sumber kehidupan dan kalinya jadi tempat pembuangan baik sampah mau pun sisa-sisa lainnya. Sudah menjadi pamandangan menarik, setiap hari sepanjang Kali Ciliwung warga di sana sibuk dengan berbagai aktifitas. Sebagian ibu rumahtangga terlihat sibuk mencuci pakaian, piring, bahkan beras untuk dimasak juga dicuci dengan air itu. Sebaliknya, saat bersamaan juga terlihat beberapa orang sedang membuang hajat dan sampah.
Ada juga orang yang sedang mandi dan anak-anak berenang. Tidak ada kata jijik bagi penghuni sepanjang kali itu. Mereka sudah terbiasa dengan kehidupan yang sebagaian orang menganggap tidak wajar, tidak sehat.
Bahkan warga penghuni bantaran Kali Ciliwung sangat resah jika musim kemarau. Air di kali kering sehingga mereka harus merogoh kantong lebih dalam untuk membeli air guna memenuhi kebutuhan hari-hari. Biasanya jika air di kali sedang penuh, mereka hanya membeli air untuk memasak dan untuk minum. Sedang kebutuhan lainnya sudah terpenuhi dengan air kali.
Masalah banjir sudah menjadi pemandangan rutin setiap tahunnya bagi para penghuni bantaran Kali Ciliwung. Mereka sudah menyiapkan diri menghadapi banjir. Rumah kayu yang ditempati bersama istri dan tiga anaknya sengaja dibangun bertingkat tiga. Rumah tingkat itu dikenal dengan sebutan rumah burung yang dikhususkan oleh pemiliknya untuk menghadapi banjir. Dalam kondisi normal bagian tingkat atas jarang digunakan. Sebaliknya menjelang datang banjir seluruh barang berharga langsung diselamatkan ke lantai atas. Tujuannya jika datang banjir barang-barang berharga sudah diselamatkan lebih dulu. Sedang anggota keluarga jika banjirnya tidak parah, tidak ikut naik ke lantai atas rumah burung. Sebaliknya, jika banjir besar mereka memilih mengungsi ke tempat yang disediakan pemerintah. Ditanya kenapa tidak pindah dari pinggir kali lalu mencari tempat tinggal yang lebih layak dan aman dari bencana alam seperti banjir. Jawabannya sangat logis, keinginan memang ada, tapi tidak punya biaya. Kalau pun mereka pindah ke rumah susun seperti yang diprogramkan pemerintah beberapa waktu lalu, tetap saja terbentur biaya. Alasannya mereka yang tinggal di sana rata-rata berpenghasilan rendah. Mereka juga umumnya pendatang dari luar Jakarta yang sudah menetap di Ibukota.

BAB 3|PRO & KONTRA
A. PRO
Berkaitannya Dengan Lingkungan
Di bawah Jembatan Sardjito, air Kali Code yang kecoklatan mengalir lancar membelah pemukiman padat Terban, Gondokusuman, Yogyakarta. Riuh suara kerja bakti sekitar 40 warga seolah hendak bersaing dengan gemricik air.Warga RW 4 Gondokusuman tengah kerja bakti membangun balai serbaguna. Dibangun tepat di pinggir kali, bangunan berbentuk rumah panggung setinggi 70 meter itu dimaksudkan untuk mendukung kegiatan pariwisata jalan-jalan sepanjang Kali Code atau "Code River Walk".Tak hanya warga asli, pendatang pun turut serta.Balai serbaguna yang ditargetkan selesai pada 2011 dimaksudkan untuk menikmati Kali Code dari ketinggian. Lokasinya sekitar dua rumah dari tempat tinggal budayawan Mangunwijaya. Dari ketinggian 70 meter, Kali Code terlihat cantik.Di kejauhan, jembatan merah "Persahabatan" dan Jembatan Sardjito yang dicat kuning menyuguhkan pemandangan lalu lalang para pelintas.Balai serbaguna itu dibangun atas dana Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) sebesar Rp 17 juta. Tambahan dana sebesar Rp 6 juta ditambahkan dari swadana warga. Warga turut kerja bakti saat pekerjaan berat, seperti mengedak atap.Karena belum punya bangunan yang memadai, wisatawan yang datang diampirkan ke Balai RW yang berjarak sekitar 100 meter dari pinggir kali. Pemandangan sungai tak bisa dinikmati karena terhalang pemukiman.Program Code River Walk dimulai 2007. Tahun 2008, pesertanya mencapai lebih dari 10 rombongan, mulai mahasiswa Australia, ,hingga pemerintah sejumlah daerah di Indonesia. Dengan adanya balai serbaguna, para pelancong diharap dapat berhenti lebih lama di kampung tersebut sehingga menambah pemasukan warga sekitar. Bisa kami arahkan dengan suguhan makanan atau cindera mata.Menyusuri kampung pinggir kali Terban, tak terbayang tempat itu berdiri di atas gunungan sampah yang ditimbun tanah. Pemukiman padat itu cukup bersih dan tertata. Menggantikan gunungan sampah itu, saat ini terlihat kampung yang bersih. Sepanjang jalan di pinggir kali, tanaman markisa muda mulai merambati atap pergola yang baru setengah jadi.Saat tanaman itu dewasa, bisa dibayangkan lorong-lorong yang teduh dan asri. Selama beberapa tahun terakhir, warga pinggir kali bekerja keras melawan sampah.
Kebiasaan warga membuang sampah pun telah dikurangi. Secara rutin, kerja bakti bersih-bersih kali diselenggarakan.Namun, masalah sampah jauh dari selesai. Di tengah upaya warga pinggir Code melawannya, masyarakat umum banyak yang menganggap Kali Code sebagai tempat sampah raksasa.Sampah-sampah terbungkus kantong plastik masih kerap ditemukan tersangkut di Jembatan Sardjito. Mereka biasanya membuang sampah dari atas jembatan di malam hari. Mungkin mereka harus lebih dulu tinggal di pinggir Kali Code.

Berkaitan Dengan Pemerintahan
JAKARTA Menteri Negara Perumahan Rakyat (Menpera), Suharso Monoarfa, berjanji akan memindahkan 70-an ribu KK warga (bantaran kali dan sekitar lintasan rel kereta api (KA). Mereka akan di tempatkan di rusunawa yang akan dibangun pemerintah. Sejumlah lokasi seperti bantaran Kali Ciliwung dan lintasan kereta api dari Senen ke Kota di Jakarta sangat kumuh dan padat. Untuk mengatasinya para penghuni kawasan tersebut harus dipindah. Untuk menyelesaikan masalah kumuh Ini tentu tidak bisa dilakukan satu departemen atau kementerian saja, bahkan juga Pemda semua itu memerlukan koordinasi semua pihak.Sebagai langkah awal akan dikaji relokasi warga tersebut. Ada dua faktor yang harus diperhatikan. Soal lokasi dan daya beli masyarakat. Soal lokasi pemerintah daerah harus mau menyiapkan. Sedangkan soal daya beli pemerintah akan mengidentifikasi dahulu.

Hubungan Dengan Masyarakat
Bagi warga yang tinggal di sepanjang bantaran Kali Ciliwung, air kali itu menjadi sumber kehidupan mereka. Apalagi bagi anak kecil, mereka tidak perlu pergi ke kolam renang dengan biaya tinggi seperti anak-anak lain untuk merenang. Mereka sangat bahagia dan kegirangan dengan berenang di kali tersebut.
Tidak bisa dipungkiri, Kali Ciliung bagi mereka merupakan segalanya. Air kali itu jagi sumber kehidupan dan kalinya jadi tempat pembuangan baik sampah mau pun sisa-sisa lainnya.

Sudah menjadi pamandangan menarik, setiap hari sepanjang Kali Ciliung warga di sana sibuk dengan berbagai aktifitas. Sebagian ibu rumahtangga terlihat sibuk mencuci pakaian, piring, bahkan beras untuk dimasak juga dicuci dengan air itu. Sebaliknya, saat bersamaan juga terlihat beberapa orang sedang membuang hajat dan sampah. Ada juga orang yang sedang mandi dan anak-anak berenang.

Tidak ada kata jijik bagi penghuni sepanjang kali itu. Mereka sudah terbiasa dengan kehidupan yang sebagaian orang menganggap tidak wajar, tidak sehat. Memang sudah begini adanya dari dulu. Air Kali Ciliwung segalanya bagi kami, kata Soleh yang mengaku sudah 15 tahun tingal di pinggir Kali Ciliwung di kawasan Bukit Duri, Jakarta.
Dalam keseharian ayah tiga anak itu mengaku sudah terbiasa dengan kondisi itu. Katanya seseorang sedang mandi, sedang lainnya membuang hajat merupakan hal biasa. Sudah sama-sama mengertilah. Kondisinya memang seperti ini.

Malah warga penghuni bantaran Kali Ciliwung sangat resah jika musim kemarau. Air di kali kering sehingga mereka harus merogoh kantong lebih dalam untuk membeli air guna memenuhi kebutuhan hari-hari. Biasanya jika air di kali sedang penuh, mereka hanya membeli air untuk memasak dan buat minum. Sedang kebutuhan lainnya sudah terpenuhi dengan air kali.

Menyinggung masalah banjir, kata Soleh bukan hal yang aneh. Sudah menjadi pemandangan rutin setiap tahunnya bagi para penghuni bantaran Kali Ciliwung. Mereka sudah menyiapkan diri menghadapi banjir. Seperti Soleh, rumah kayu yang ditempati bersama istri dan tiga anaknya sengaja dibangun bertingkat tiga.
Rumah tingkat itu dikenal dengan sebutan rumah burung yang dikhususkan oleh pemiliknya untuk menghadapi banjir. Dalam kondisi normal bagian tingkat atas jarang digunakan. Sebaliknya menjelang datang banjir seluruh barang berharga langsung diselamatkan ke lantai atas.

Tujuannya jika datang banjir barang-barang berharga sudah diselamatkan lebih dulu. Sedang anggota keluarga jika banjirnya tidak parah, tidak ikut naik ke lantai atas rumah burung. Sebaliknya, jika banjir besar mereka memilih mengungsi ke tempat yang disediakan pemerintah.

Ditanya kenapa tidak pindah dari pinggir kali lalu mencari tempat tinggal yang lebih layak dan aman dari bencana alam seperti banjir. Jawabannya sangat logis, keinginan memang ada, tapi tidak punya biaya.
Kalau pun mereka pindah ke rumah susun seperti yang diprogramkan pemerintah beberapa waktu lalu, tetap saja terbentur biaya. Alasannya mereka yang tinggal di sana rata-rata berpenghasilan rendah.

Mereka juga umumnya pendatang dari luar Jakarta yang sudah menetap di Ibukota. Bagi mereka tinggal di bantaran kali itu sangat menyenangkan dan menyedihkan.Diturap cegah erosi tanahUNTUK mencegah erosi, tanah di sekitar daerah aliran sungai terutama di bantaran Kali Ciliwung kini dilakukan program penurapan di sisi Banjir Kanal Barat (BKB), sehingga penurapan tidak hanya di BKB saja, tapi dilanjutkan ke arah bantaran Kali Ciliwung.

Penurapan bukan hanya di BKB, tetapi ke depan juga akan dilakukan di sepanjang bantaran Kali Ciliwung, kata Penjaga Pintu Air Manggarai, Dian Nur Cahyono.
Menurut Dian, penurapan penting dilakukan agar tidak terjadi lagi erosi tanah atau pelebaran sungai. Selain itu penurapan yang dilakukan dengan membentengi aliran sungai juga bermanfaat agar mencegah warga masyarakat untuk membuang sampah sembarangan ke kali.

Rencana penurapan hingga ke daerah bantaran kali juga dilakukan berdasarkan penelitian dari Kementerian Negara Lingkungan Hidup (KLH) yang mencemaskan polusi yang terjadi di Teluk Jakarta juga disebabkan sampah yang mengalir dari daerah aliran sungai.
Penurapan juga merupakan bagian dari program Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk mewujudkan terciptanya kali bersih di wilayah Ibukota. Namun, rencana penurapan hingga ke bantaran Ciliwung masih belum bisa ditentukan waktunya. Ini akan dikonsultasikan dan disosialisasikan ke berbagai pihak termasuk penduduk yang tinggal di bantaran kali. Banyak warga yang telah tinggal di bantaran kali selama bertahun-tahun, katanya.Penduduk di bantaran kali kerap menolak direlokasi.
Selain sudah terbiasa, mereka tidak ingin dipindahkan ke daerah yang letaknya jauh dari tempat mereka mencari nafkah. Selain itu ada warga merupakan salah satu dari ratusan tunawisma yang sudah bertahun-tahun menghuni gubuk-gubuk liar di Tanah Tinggi, Jakarta Pusat. Ia mengaku berasal dari Sumatera Utara dan sudah sekitar sepuluh tahun tinggal di sisi rel KA. Ratusan para tunawisma lainnya, bertahun-tahun bertempat tinggal di kawasan itu pula. Kawan-kawan Ismail yang juga menghuni sisi rel KA itu diantaranya, Siti Aisyah dan Satiah—asal Lumajang, Jawa Timur sempat menuangkan unek-unek mereka kepada masyarakat sekitar nya.

B. KONTRA
Bantaran Kali secara langsung maupun tidak langsung adalah bagian yang tak terpisahkan dari ekosistem badan air Kali, sehingga kerusakan/gangguan yang disebabkan oleh aktifitas manusia akan berdampak pada keseimbangan ekosistem Kali .
Lebih lanjut Daru Setyo Rini Ssi (Staff Peneliti Lembaga Kajian Ekologi dan Konservasi Lahan Basah) menjelaskan 4 fungsi penting bantaran Kali :

1 Memberi Naungan dan Keteduhan Di Sekitar Sungai
Suhu yang tinggi akan meningkatkan aktivitas metabolisme dan meningkatkan kebutuhan oksigen, sedangkan oksigen yang tersedia sangat terbatas. Akibat yang timbul adalah satwa dapat mengalami kematian karena kekurangan Oksigen. Dampak negative lain dari peningkatan suhu air adalah timbulnya bau dan pesatnya pertumbuhan mikroba pathogen dan bakteri. Sedikit peningkatan suhu air akan menyebabkan nutrient yang berikatan dengan sediment didasar perairan menjadi terurai sehingga meningkatkan jumlah nutrient yang alrut dalam air dan berakibat pada pertumbuhan yang pesat dari tumbuhan air dibantu oleh sinar matahari yang terik karena tidak adanya naungan pohon.
Semakin lebar bantaran sungai yang bervegetasi, semakin efektif fungsinya dalam melindungi sungai. Penelitian menunjukkan bahwa bantaran yang bervegetasi sedikitnya harus memiliki lebar 33,3 meter untuk menghasilkan pengurangan yang berarti dari kandungan zat pencemar ke sungai. Sedangkan untuk mencapai naungan sungai yang maksimal dibutuhkan lebar bantaran 26,6 meter dikedua sisi tepian sungai. Mendirikan bangunan diatas tanah bantaran akan meningkatkan suhu badan air sungai. Suhu air yang tinggi akan meningkatkan aktivitas metabolisme dan meningkatkan kebutuhan oksigen, sedangkan oksigen yang tersedia sangat terbatas. Akibat yang timbul adalah satwa dapat mengalami kematian karena kekurangan oksigen.
Penghilangan naungan vegetasi akan berdampak pada :
a. Peningkatan suhu air
b. Peningkatan penetrasi matahari
c. Meningkatkan pertumbuhan alga
d. Membentuk lingkungan yang disukai pathogen
e. Menimbulkan baud an bersifat korosif
2 Menjaga Kesinambungan Siklus Air dan Jumlah Air Tanah Serta Air Permukaan
Memelihara dan memperbaiki vegetasi bantaran sungai akan meningkatkan kemampuaan tanah dalam mengikat air sehingga membantu mengisi patokan air tanah.
a. Vegetasi bantaran sungai akan memperlambat aliran air dan meningkatkan luas penyebaran air genangan,sehinggga memberikan waktu yang lebih panjang untuk penyerapan air kedalam tanah dan mengisi lapisan air tanah.
b. Penyaring limbah agar tidak mengkontaminasi air tanah dan air sungai
c. Tanah dan vegetasi bantaran sungai juga membantu membersihkan air karena berperan sebagai penyaring air sebelum masuk ke aquifer. Setelah ke aquifer, air tanah dapat kembali dan merembes menjadi air permukaan pada saat musim kering dan membantu mengurangi frekuensi dan durasi penurunan permukaan air dan kenaikan suhu air, kenaikan konsentrasi zat pencemardan kondisi buruk lainnya pada ekosistem sungai akibat menurunnya permukaan air pada musim kering.
3 Habitat Satwa Daerah di bawah permukaan tanah bantaran sungai yang membatasi badan air di kedua tepinya merupakan tempat permukaan air dari daratan dengan badan air sungai dan sebaliknya. Daerah ini merupakan daerah yang penting bagi perlindungan organisme sungai terutama hewan invertebrate pada saat adanya gangguan pada ekosistem sungai (banjir, kekeringan dan sebagainya)
Vegetasi alami sepanjang sungai menyediakan makanan bagi berbagai jenis biota, berupa biji-bijian, daun, buah, naungan, detritus dan potongan kayu kecil sangat penting bagi kehidupan ikan. Pengalihan bantaran bervegetasi menjadi kawasan terbangun menghilangkan habitat satwa sehingga menyebabkan penurunan kuantitas dan kualitas kehidupan satwa didaerah tersebut. Satwa inimerupakan keanekaragaman hayati yang masing-masing memiliki peranan penting dalam ekosistem sungai antara lain dalam meningkatkan kesuburan tanah dan menjaga keseimbangan populasi serangga hama.
2 Membantu Infiltrasi dan mencegah banjir
Daerah yang ditumbuhi tanaman dibantaran sungai akan menghambat jalannya arus aliran air hujan dan tanahnya kana menyerap sebagaian air, sehingga mengurangi volume air yang mengalir kesungai. Sistem perakarannya akan memelihara pori-pori tanah sehingga dapat menyerap air lebih banyak 2-3 kali dibandingkan tanah yang dialihfungsikan menjadi tanah lapang atau perumahan.
Mengganti fungsi penghijauan dibantaran menjadi pemukiman mengakibatkan :
a. menghilangkan kemampuannya dalam mengendalikan banjir, kecepatan aliran air dihalangi oleh tegakan pohon-pohon tepi sungai sehingga tidak langsung memenuhi dan meluberkan sungai
b. meningkatnya kepadatan tanah dan berkurangnya porositas tanah yang menurunkan penyerapan air kedalam tanah sehingga meningkatkan aliran dan volume air permukaan.
c. Penutupan permukaan tanah untuk bangunan menghilangkan fungsi penyerapan air hujan oleh tanah sehingga meningkatkan volume dan kecepatan aliran air permukaan dan mengakibatkan terjadinya banjir.
d. Hilangnya vegetasi bantaran juga akan meningkatkan laju sedimentasi sungai. Sedimen berlebihan yang terbawa arus air mengganggu persediaan air karena menrusak pompa pengolahan air, meningkatkan biiiiaya pengolahan untuk menghilangkan sediment dan menurunkan kapasitas penampungan bendungan.
Terganggunya fungsi sungai, salah satunya adalah karena penggunaan Daerah manfaat Sungai yang tidak sesuai dengan fakta dan realitasnya disepanjang sungai
Karenanya ada dua hal penting yang perlu dilakukan:

BAB 4|SOLUSI

Ada beberapa alternatif pemecahan masalah kehidupan di pinggir kali ini. Yaitu Sebagai Berikut :
1. RUSUNAMI
Dengan harga rusunami yang mencapai Rp 140 juta/ unit, sebenarnya para warga yang tinggal di pinggir kali bisa pindah ke rusun. Dengan catatan perjanjian pembayaran kredit memiliki jangka waktu yang cukup lama. Antara 10 – 20 tahun. Dengan kisaran harga per bulan antara Rp 500.000 – Rp 1.000.000. Asumsi ini didasarkan pada tingkat pendapatan terendah di Indonesia yaitu sekitar Rp 30.000/ hari.
2. PENGELOLAAN TRANSMIGRASI
Pemerintah secara tegas, mengontrol semua orang yang masuk atau keluar provinsi. Semua orang yang tidak memiliki pekerjaan ataupun tempat tinggal tetap dilarang untuk masuk wilayah tersebut. Semua orang yang masuk kesuatu wilayah lewat stasiun, terminal, dan bandara harus memiliki surat keterangan bekerja, bertempat tinggal, atau berkunjung.
Setiap orang berhak untuk bertransmigrasi ke daerah yang memiliki populasi penduduk yang kecil.
3. PENGKHUSUSAN DAERAH PEMBANGUNAN
Dana subsidi yang dianggarkan pemerintah lebih baik jika difokuskan pada satu daerah dahulu. Sebagai contoh ibukota Jakarta. Berhubung Jakarta adalah ibukota Negara dan merupakan cerminan dari Indonesia. Alangkah baiknya hal itu dimulai dari Jakarta. Setelah kondisi sudah bisa ditangani, barulah fokus bisa dialihkan ke wilayah lain.
Namun yang perlu digaris bawahi adalah. Program ini harus terus berlanjut siapapun pemimpinnya. Penghentian program ini akan mengakibatkan usaha berulang yang sia – sia. Kesejahteraan dan kemandirian pun tak akan bisa tercapai sampai kapanpun.

BAB 5|PENUTUP

A. KESIMPULAN

Meningkatnya perpindahan penduduk dari desa ke kota atau biasa yang disebut dengan urbanisasi, seperti yang terjadi di kota jakarta mengakibatkan kepadatan penduduk hingga muncul masalah pemukiman dan tempat tinggal tetap. Dengan berbagai alasan yang sebenarnya tidak logis mereka harus tinggal di bawah kolong jembatan, taman umum, pinggir jalan, pinggir sungai, stasiun kereta api, atau berbagai fasilitas umum lain untuk tidur dan menjalankan kehidupan sehari-hari. Kehidupan di pinggir kali salah satuny sudah banyak terjadi di berbagai negara berkembang termasuk di Indonesia. Hal ini merupakan suatu permasalahan yang sangat sulit di tangani oleh pemerintah. Permasalahan inis secara tak langsung juga mengganggu kesejahteraan kehidupan suatu negara atau pun kota. Tapi dengan adanya pemikiran logis dan perhitungan yang manusiawi semua masalah dapat terpecahkan. Hal yang berhubungan dengan pemukiman di bantaran kali ini pun ada solusinya dan bisa diterapkan. Namun yang menjadi masalah siapa yang berani dan mampu untuk merubahnya menjadi lebih baik.











DAFTAR PUSTAKA

http://de-kill.blogspot.com/2008/01/cara-membuat-makalah.html
http://www.google.co.id/imgres?imgurl=http://www.averroes.or.id/wp-content/uploads/2009/09/mudik-lebaran-pulang-kampung.jpg&imgrefurl=http://www.averroes.or.id/breaking-news/spiritualitas-pulang.html&usg=__EH7WsYbsywsZsRHKk7z7tHA7kKk=&h=396&w=600&sz=51&hl=en&start=6&itbs=1&tbnid=eph_63r3JMNaRM:&tbnh=89&tbnw=135&prev=/images%3Fq%3Dpulang%2Bkampung%26hl%3Den%26sa%3DG%26gbv%3D2%26tbs%3Disch:1
http://www.google.co.id/images?hl=en&q=gunadarma&um=1&ie=UTF-8&source=og&sa=N&tab=wi
http://tv.inilah.com/rubrik/24/regional/72
http://www.terranet.or.id/tulisandetil.php?id=1294
http://www.jakartabutuhrevolusibudaya.com/2008/04/14/kemiskinan-dan-permukiman-kumuh-di-perkotaan/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar